METODA DYNAMIC COMPACTION (DC) PERBAIKAN TANAH



METODA DYNAMIC COMPACTION (DC)
PERBAIKAN TANAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Perbaikan Tanah
Dosen : Drs. H. Wahyu Wibowo, M.T.








Oleh :
WIWIK MANDASARI
1406776


PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1
DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016



BAB I
PEMBAHASAN

Pada hampir semua pekerjaan bidang teknik sipil tanah selalu menjadi tempat dibangunnya suatu bangunan sipil. Oleh karena itu kekuatan tanah sendiri sangat diperlukan sehingga struktur yang dibangun diatasnya tidak mengalami kerubuhan. Namun, tanah bukanlah ciptaan manusia sehingga kita tidak bisa menetukan tanah dengan kekuatan yang kita inginkan untuk membangun suatau bangunan sipil. Maka untuk mencegah tanah yang jelek dengan daya dukung rendah maka ada yang dinamakan dengan kompaksi atau pemadatan tanah.
Pada pemadatan timbunan tanah untuk jalan raya, dam tanah, dan banyak struktur teknik lainnya, tanah yang lepas haruslah dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya. Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya. Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemampatan lereng timbunan.
Pemadatan adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan suatu cara mekanis (digilas/ditumbuk). Pada proses pemadatan untuk setiap daya pemadatan tertentu, kepadatan yang tercapai tergantung pada banyaknya air di dalam tanah tersebut, yaitu kadar airnya. Apabila kadar air rendah mempunyai sifat keras atau kaku sehingga sukar dipadatkan.
Bilamana kadar airnya ditambah maka air itu akan berlaku sebagai pelumas sehingga tanah akan lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi kepadatannya akan turun karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat lagi dikeluarkan dengan cara memadatkan.

Pemadatan adalah peristiwa berkurangnya rongga udara yang menyebabkan butir-butir tanah merapat satu sama lain sebagai akibat dari beban dinamis. Menurut (Hardiyatmo:2004) tujuan pemadatan tanah antara lain :
1.)    Menaikkan kekuatan tanah.
2.)    Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas).
3.)    Mengurangi hydraulic compressibility/permeabilitas.
4.)    Mengurangi potensi likuifaksi.
5.)    Mengontrol shrinkage dan swelling.
6.)    Menaikkan daya tanah terhadap erosi.
Maksud tersebut dapat tercapai dengan pemilihan tanah bahan timbunan, cara pemadatan, pemilihan mesin pemadat, dan jumlah lintasan yang sesuai. Tingkat kepadatan tanah diukur dari nilai berat volume keringnya (gd).

Shear Strength:
Triaxial Test
Pemadatan untuk Dam
Pemadatan Untuk Timbunan Tinggi
 
Shear Strength:
Triaxial Test







Pemadatan untuk Dam





Nilai permeabilitas
Nilai c, f











Pada pekerjaan teknik sipil pemadatan tanah tidak boleh ditinggalkan karena sangat penting dalam suatu proses pembangunan. Dengan dipadatkan, tanah akan stabil dan tidak mengalami perubahan volume. Sehingga bangunan yang ada di atasnya tidak mengalami pergeseran. Menurut (Hardiyatmo:2004) proses pemadatan tanah ada 2 macam :
1.)  Pemadatan tanah dengan metode Modify Proctor
2.)  Pemadatan tanah dengan metode Standard Proctor
Prinsip-prinsip pemadatan
Pada awal proses pemadatan, berat volume tanah kering(γd) bertambah seiring dengan ditambahnya kadar air. Pada kadar air nol(w=0), berat volume tanah basah(γb) sama dengan berat volume tanah kering(γd). Ketika kadar air berangsur-angsur ditambah(dengan usaha pemadatan yang sama), berat butiran tanah padat per volume satuan(γd) juga bertambah. Pada kadar air lebih besar dari kadar air tertentu, yaitu saat kadar air optimum, kenaikan kadar air justru mengurangi berat volume keringnya. Hal ini karena, air mengisi rongga pori yang sebelumnya diisi oleh butiran padat. Kadar air pada saat berat volume kering mencapai maksimum(γdmak) disebut kadar air optimum. (Hardiyatmo:2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemadatan
.           a. Tebal lapisan yang dipadatkan.
            Untuk mendapatkan suatu kepadatan tertentu makin tebal lapisan yang akan dipadatkan, maka diperlukan alat pemadat yang makin berat. Untuk mencapai kepadatan tertentu maka pemadatan harus dilaksanakan lapis demi lapis bergantung dari jenis tanah dan alat pemadat yang dipakai, misalnya untuk tanah lempung tebal lapisan 15 cm, sedangkan pasir dapat mencapai 40 cm.
b. Kadar Air Tanah.
Bila kadar air tanah rendah, tanah tersebut sukar dipadatkan, jika kadar air dinaikkan dengan menambah air, air tersebut seolah-olah sebagai pelumas antara butiran tanah sehingga mudah dipadatkan tetapi bila kadar air terlalu tinggi kepadatannya akan menurun. Jadi untuk memperoleh kepadatan maximum, diperlukan kadar air yang optimum. Untuk mengetahui kadar air optimum dan kepadatan kering maximum diadakan percobaan pemadatan dilaboratorium yang dikenal dengan :
         Standard Proctor Compaction Test; dan
         Modified Compaction Test

c. Alat Pemadat
Pemilihan alat pemadat disesuaikan dengan kepadatan yang akan dicapai. Pada pelaksanaan dilapangan, tenaga pemadat tersebut diukur dalam jumlah lintasan alat pemadat dan berat alat pemadat itu sendiri. Alat pemadat maupun tanah yang akan dipadatkan bermacam-macan jenisnya, untuk itu pemilihan alat pemadat harus disesuaikan dengan jenis tanah yang akan dipadatkan agar tujuan pemadatan dapat tercapai.
Menurut Hardiyatmo(2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan antara lain :
a.       Pengaruh macam tanah
Macam tanah, seperti distribusi ukuran butiran, bentuk butiran, berat jenis dan macam mineral lempung yang terdapat dalam tanah sangat berpengaruh pada berat volume maksimum dan kadar air optimumnya. Pada tanah pasir, berat volume tanah kering cenderung berkurang saat kadar air bertambah.Pengurangan berat volume tanah kering ini merupakan akibat dari pengaruh hilangnya tekanan kapiler saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah, tekanan kapiler dalam tanah yang berada di dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel tanah untuk bergerak sehingga butiran cenderung merapat(padat).
b.      Pengaruh usaha pemadatan
Jika energi pemadatan ditambah, maka berat volume kering tanah juga bertambah. Jika energy pemadatan ditambah, kadar air optimum berkurang. Kedua hal tersebut berlaku untuk hamper semua jenis tanah. Namun, harus diperhatikan bahwa derajat kepadatan tidak secara langsung proposional dengan energi pemadatan.

Berat isi kering maksimum (gd max) adalah berat isi terbesar yang dicapai pada pengujian kompaksi pada energi tertentu.Kadar air optimum adalah nilai kadar air di mana pada energi kompaksi tertentu dicapai gdry maksimum
·         Alat-alat Uji Kompaksi sebgai berikut:
1.      Alat kompaksi
a.      Mold dengan tinggi 4.6”, diameter 4” volume 1/30 cu-ft.
b.      Collar dengan tinggi 2.5”, diameter 4”.
c.      Hammer dengan berat 5.5 lb atau 10 lb, diameter 2”, tinggi jatuh 12” atau 18”.
2.      Sprayer untuk menyemprot air ke tanah
3.      Ayakan no 4.
4.      Pisau, scoop, palu karet.
5.      Timbangan ketelitian 0.1 g atau 0.01 g.
6.      Oven, desikator, container


Gambar 1 Alat-alat Uji Kompaksi


·         Jenis Uji Kompaksi
Ada dua macam percobaan yang biasa dilakukan yaitu: Standard Compaction Test dan Modified Compaction Test. Perbedaan terletak pada energi yang digunakan pada proses pemadatan.
Tabel 1 Perbedaan Uji Kompaksi Standard dan Modified


Standard
Modified
Mold
Diameter
4 inch
4 inch

Isi
1/30 cubic feet
1/30 cubic feet
Hammer
Berat
5.5 pound
10 pound

Tinggi Jatuh
12 inch
18 inch
Lapisan
3 lapisan
5 lapisan
Jumlah Pukulan
25 x/lapis
25 x/lapis
Energi
± 12400 ft-lb/cu-ft
± 56000 ft-lb/cu-ft

Energi yang digunakan dihitung dari :
Percobaan pemadatan Standar masih banyak dipakai untuk pembuatan jalan, bendungan tanah. Tetapi untuk pembuatan Landasan Lapangan Terbang atau Jalan Raya kepadatan yang tercapai dengan Standar belum cukup, dalam hal ini dipakai Modified Compaction Test.
Ukuran mold yang dipergunakan dapat berbeda asalkan, energi yang dipergunakan tetap, yaitu dengan menambah jumlah pukulan. Jumlah pukulan untuk mold berdiameter 4” adalah 25 pukulan/lapis, untuk mold 6” jumlah pukulan menjadi (6/4)2 x 25 = 56 pukulan/lapis.
Gambar 2 Bagian-bagian Alat Kompaksi
·         Cara Pengujian Labroratorium:
1.      Siapkan contoh tanah yang akan diuji ± 25 kg dimana tanah sudah dibersihkan dari akar-akar dan kotoran lain.
2.      Tanah dijemur sampai kering udara (air drained), atau dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C.
3.      Gumpalan-gumpalan tanah dihancurkan dengan palu karet agar butir tanah tidak ikut hancur.
4.      Contoh tanah kering dalam keadaan lepas diayak dengan ayakan no 4, hasil ayakan dipergunakan.
5.      Tanah hasil ayakan sebanyak ± 3 kg disemprot air untuk mendapat hasil contoh tanah dengan kebasahan merata sehingga bisa dikepal tapi masih mudah lepas (hancur).
6.      Mold yang akan dipergunakan dibersihkan, ditimbang beratnya dan diukur volumenya (biasanya volume mold = 1/30 cu-ft). Isikan contoh tanah ke dalam mold setelah 1” - 2” (modified) atau 2” - 4” (standard).
7.      Tumbuk dengan hammer sebanyak 25 kali pada tempat yang berlainan. Hammer yang dipergunakan disesuaikan dengan cara percobaan.
8.      Isikan lagi untuk lapis berikutnya dan tumbuk sebanyak 25 kali.
9.      Pengisian diteruskan sampai 5 lapisan untuk modified atau 3 lapisan untuk standard. Pada penumbukan lapisan terakhir harus dipergunakan sambungan tabung (collar) pada mold agar pada waktu penumbukan hammer tidak meleset keluar.
10.  Buka sambungan tabung di atasnya dan ratakan permukaan tanahnya dengan pisau.
11.  Mold dan contoh tanah ditimbang.
12.  Tanah dikeluarkan dengan bantuan dongkrak dan diambil bagian atas (A), tengah (T), dan bawah (B) masing-masing ± 30 gram kemudian dioven selama 24 jam.
13.  Setelah 24 jam dioven, container + tanah kering ditimbang.
14.  Dengan mengambil harga rata-rata dari kadar air ketiganya didapat nilai kadar airnya.
15.  Percobaan dilakukan sebanyak minimum 5 kali dengan setiap kali menambah kadar airnya sehingga dapat dibuat grafik berat isi kering terhadap kadar air.

·         Perhitungan dan Penyelesaian Uji Kompaksi
1.      Berat isi kering (gd) dapat dihitung dari rumus :
dimana :
W    = berat total tanah kompaksi bahan dalam mold
V     =  volume mold
w     =  kadar air tanah kompaksi


2.      Untuk menggambarkan Zero Air Voids Curve dihitung dengan memakai rumus :
dimana :
Gs    = Berat Jenis tanah
gw    =  Berat Volume Air
w     =  Kadar Air
Sr     =  Derajat Kejenuhan
Garis ZAV adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik compaction tersebut akan selalu berada di bawah ZAV biasanya tidak lurus tetapi agak cekung ke atas.
Hasil percobaan pemadatan biasanya dinyatakan sebagai grafik hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air.
Kadar Air Optimum didapatkan dengan cara sebagai berikut:Dari 6 contoh dengan kadar air berbeda-beda kita dapat menghitung gd masing-masing. Setelah itu digambarkan dengan skala biasa w (%) sebagai absis dan gd sebagai ordinat sehingga akan diperoleh Lengkung Kompaksi. Pada grafik ini juga digambarkan ZAVC dan grafik pada derajat kejenuhan S = 80%. Dari puncak Lengkung Kompaksi ditarik garis vertikal dan horisontal sampai memotong sumbu-sumbu grafik. Dari garis horisontal akan diperoleh harga gd maksimum sedangkan dari garis vertikal akan diperoleh woptimum yang dicari.

Pada pelaksanaannya dilapangan, biasanya nilai gd maksimum sulit untuk dicapai, lagipula sulit untuk menjaga agar nilai kadar air tetap konstan pada woptimum. Untuk mengatasi hal tersebut, maka biasanya diberikan tolerasi sebesar 5%, sehingga nilai kepadatan tanah yang harus dicapai adalah minimum 95% gd maksimum. Pada nilai ini, akan diperoleh suatu rentang nilai kadar air, sehingga yang perlu dijaga pada pelaksanaan di lapangan adalah kadar air pada rentang ini.
Nilai berat jenis tanah adalah parameter yang diperlukan dalam pengolahan data dan cukup sensitif terhadap hasil akhir, sehingga jika nilai Gs belum ada, maka perlu dilakukan pengujian specific gravity, baik menggunakan erlenmeyer maupun menggunakan piknometer, gunakan modul uji berat jenis tanah.

Ø  Kompaksi Lapangan
Jenis alat pemadat :

A. Peralatan Mekanik

Jenis peralatan ini digerakkan oleh tenaga mesin sehingga pekerjaan pemadatan dapat dilaksanakan lebih cepat dan lebih baik.
  • Smooth Wheel Roller :
    Alat pemadat terdiri dari roda baja dengan tekanan kontak sampai dengan 400 kPa, cocok untuk semua jenis
    tanah. Luas cakupan pemadatan selebar luas roda yang kontak dengan tanah yang dipadatkan
  • Rubber Tire Roller :
    Terdiri dari 3 – 6 roda ban dengan tekanan 700 kPa, cocok untuk segala jenis tanah. Luas cakupan pemadatan 80% dari luas roda yang kontak dengan tanah yang dipadatkan
  • Sheepsfoot Roller :
    Terdiri dari sejumlah kaki baja berukuran 150 mm – 250 mm dengan luas penampang 30 – 80 cm2 melekat pada drum
    baja. Luas cakupan pemadatan 8 – 12% luas drum dengan tekanan kontak 1400 – 7000 kPa. Dapat diisi air, cocok untuk tanah kohesif seperti lempung
  • Tamping Foot Roller :
    Mirip seperti sheepsfoot roller dengan luas cakupan pemadatan lebih tinggi yaitu 40% dan tekanan kontak 1400 – 8400 kPa. Baik untuk tanah kohesif dan menghasilkan aksi static weight, kneading, impact dan vibrasi.
  • Grid Roller :
    Alat pemadat dengan roda dari drum baja yang dilapisi anyaman batangan baja. Luas cakupan pemadatan 50%. Cocok digunakan untuk material granular seperti pasir, gravel atau tanah berbatu
  • Baby Roller :
    Alat pemadat smooth wheel roller yang berukuran kecil. Kemampuan 10 – 30 kPa. Aksi yang dihasilkan static weight dan efek vibrasi
  • Vibrating Plate :
    Alat pemadat berupa pelat, dikenal umum dengan nama stamper. Digunakan pada area yang sempit dan area yang mempunyai resiko tinggi jika digunakan alat pemadat besar seperti smooth wheel roller dsb.

B. Peralatan Manual

Jenis peralatan ini digerakkan dengan tenaga manusia / hewan sehingga pekerjaan pemadatan ditaksanakan lebih lambat dan hasil pemadatan kurang memuaskan tetapi sangat berguna untuk pelaksanaan pemadatan didaerah terpencil / pedesaan dimana sulit untuk mendatangkan peralatan pemadat mekanik karena biaya yang mahal. Ada 2 jenis alat pemadat manual :
  • Alat Pemadat Tangan AlatAlat pemadat ini dibuat dari beton cor yang  diberi tangkai untuk menumbukkan beban tersebut ke tanah yang akan dipadatkan.
  • Alat pemadat silinder beton
Alat ini berupa roda yang berbentuk silinder terbuat dari beton cor. Cara melakukan pemadatannya adalah ditarik dengan hewan seperti kerbau atau lembu dan dapat juga mempergunakan kendaraan bermotor sebagai penariknya.
Alat Pemadat Tangan
Alat Pemadat Silinder Beton

Faktor Penentu dalam Kompaksi
Karakteristik alat pemadat
  • Berat dan Ukuran
  • Aksi yang dihasilkan
  • Frekuensi Operasi
  • Karakteristik tanah
  • Kepadatan awal (initial density)
Jenis tanah
  • Ukuran dan bentuk butiran
  • Kadar air
Prosedur pemadatan
  • Jumlah gilasan
  • Tebal lapisan
  • Towing speed


Ø  Zero Void Air Ratio
Zero Void Air Ratio adalah hubungan antara Berat Isi Kering dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali tidak mengandung udara. Ini terjadi akibat dari kompaksi yang dilakukan pada tanah karena dengan berat yang hanya sekejap diterima tanah maka dengan otomatis udara akan keluar karena udara lebih mudah dan cepat keluar dari pori-pori tanah dibandingkan dengan air yang membutuhkan waktu lama.
Kompkasi memang ditujukan untuk membuat keadaan tanah menjadi zero void air ratio agar tanah tidak mengalami penurunan sesaat saat bangunan sipil dididrikan, ataupun jalan yang akan dibuat. Juga menambah daya dukung dari lapisan tanah tersebut

Ø  Teknologi perbaikan tanah meliputi :
  1. Pemadatan tanah dalam (deep compaction) dengan menggunakan penumbuk berat dan ledakan (blasting). Pemadatan untuk tanah permukaan secara lapis demi lapis tidak dibahas disini.
  2. Pemadatan tanah (soil precompression), terutama yang menyangkut pemambatan tanah awal (pre compression) dengan pembebanan awal (preloading) dan penggunaan drain-drain vertikal (vertical drain), serta pemampatan tanah cara electro osmosis.
  3. Injeksi dan grouting kedalam tanah untuk memperkuat tanah dasar dan menstabilkan struktur tanahnya.
  4. Stabilisasi tanah dengan bantuan bahan luar (tambahan) atau dengan bantuan bahan-bahan kimia yang dicampur ke tanah asli.
  5. Stabilisasi cara thermal.
  6. Pemberian perkuatan dalam tanah (reinforcement), baik reinforcement tarik maupun tekan. Disini juga diberikan uraian tentang penggunaan bahan geosinthesis
Yang akan dijelaskan hanya Pemadatan tanah dalam (deep compaction) dan pemadatan tanah ( soil precompression).

PEMADATAN TANAH DALAM (DEEP COMPACTION).

Penggunaan dan Mekanisme Pemadatan

Pemadatan dalam deep compaction ini terutama ditujukan untuk tanah non kohesive. Seringkali dijumpai kondisi dimana suatu lapisan tanah tak berkohesi (cohesionless soil) yang cukup tebal dalam keadaan yang tidak cukup padat atau relative renggang (loose), atau akibat reklamasi suatu daerah rendah dibawah air (relamasi laut/pantai waktu tambahan lahan baru). Pada cara yang disebut belakangan ini, karena tanah reklamasi tidak mungkin di bawah permukaan air. Jadi pengurugan dilakukan sekaligus dengan cara “dumping” sampai tanah urugan melampaui tinggi muka air setempat. Sebagai akibatnya, tanah urugan tersebut berada pada kondisi renggang (loose). Tanah-tanah seperti ini perlu dipadatkan dahulu sebelum digunakan. 
Tanah tak berkohesi (dominan pasir) yang renggang harus dipadatkan dahulu karena pada tanah-tanah seperti ini mudah terjadi peristiwa “liquefaction” bilamana terjadi getaran yang cukup kuat (dari gempa bumi atau lainnya). Liquefaction ialah peristiwa dimana tanah seolah-olah bersifat seperti cair dan mudah bergerak dan berubah bentuk akibat adanya getaran dan tekanan dari tanah dan bangunan (diatas tanah). Walaupun tanah tak berkohesi tersebut umumnya mempunyai daya dukung dengan kekuatan yang cukup baik dalam kondisi renggang tersebut, struktur tanah tersebut mudah runtuh bilamana ada getaran atau gempa. Jadi tidak baik mendirikan bangunan diatas tanah tak berkohesi yang renggang, kecuali dapat dipastikan pada daerah tersebut nantinya tidak akan ada getaran yang berarti.
Pemadatan tanah untuk lapisan tanah renggang tak berkohesi yang cukup tebal juga menggunakan prinsip getaran. Teknologi pemadatan masa kini meliputi cara vibrocompaction, blasting (ledakan), dan heavy tamping (penumbukan berat). Vibrocompaction adalah cara yang menggunakan alat penggetar (menghasilkan getaran) yang dilakukan dengan cara memasukkan alat tersebut ke dalam tanah yang renggang sampai pada kedalaman lapisan tanah terbawah yang ingin dipadatkan. Seringkali dengan adanya cara vibro ini diperlukan tambahan material pengisi untuk tempat-tempat/space yang kosong akibat adanya pemadatan tanah arah ke samping. Termasuk dalam cara vibrocompaction ini adalah penggunaan tiang-tiang pancang untuk pemadatan.
Cara blasting (ledakan) ialah cara pemadatan dengan menggunakan bahan peledak; sedangkan heavy tamping ialah pemadatan dengan menggunakan alat penumbuk super berat yang dijatuhkan dari suatu ketinggian ke permukaan tanah. Kedua jenis pemadatan ini menghasilkan gelombang getaran tekan dan geser (compaction wave dan shear wave) yang cukup besar sehingga susunan partikel tanah (semula) runtuh dan membentuk susunan yang lebih rapat.
Cara vibrocompaction, blasting, dan heavy tamping pada prinsipnya sama, yaitu menghasilkan getaran yang dapat meruntuhkan struktur susunan partikel tanah (mula-mula) sehingga partikel membentuk susunan yang lebih rapat dan lebih kokoh. Vibrocompaction menghasilkan energi yang jauh lebih kecil dari pada kedua cara yang disebut terakhir. Getaran akibat vibrocompation biasanya terasa hanya sejauh jarak satu atau dua meter dari sumbernya, sedangkan pada cara blasting dan heavy tamping, getaran dapat berpengaruh sampai ± 10 meter dari sumbernya.
Cara vibrocompaction lebih efektif bila digunakan untuk memadatkan tanah dominan pasir bilamana jumlah fraksi tanah yang lolos ayakan no. 200 (persen berat). Adanya fraksi lempung dan lanau yang lebih besar menyebabkan tanah sulit (berat) untuk dipadatkan dengan cara vibrocompaction ini. Untuk kasus bilamana fraksi lanau dan lempung cukup tinggi sebaiknya digunakan cara blasting atau heavy tamping.
Adapun cara-cara untuk mengukur hasil pemadatan tanah setelah di “treatment” dengan cara getaran diatas, atau mengukur perubahan kepadatan dan kekuatan tanah sebelum dan sesudah pemadatan, dapat dilakukan cara sebagai berikut  :

  • Pengukuran dengan bantuan patok-patok settlement di permukaan.
  • Pengukuran dengan SPT (Standard Penetration Test, CPT), sebelum dan sesudah treatment.
  • Pengukuran dengan alat sondir (Cone Penetration Test, CPT), sebelum dan sesudah treatment.
  • Pengukuran jumlah volume bahan pengisi tambahan yang dimasukkan dalam tanah pada cara vibrocompaction menggunakan bahan pengisi.
  • Pengukuran kepadatan tanah cara gelombang geser seismic (sismic shear wave method).
  • Cara pemancangan tiang dan mengukur resistance tiang tersebut pada kondisi sebelum dan sesudah treatment.
  • Pengukuran dengan plate loading test.
  • Pengukuran dengan cara alat density meter dalam lubang bor (down-hole density meter).
  • Dan beberapa cara lainnya.
Perlu diketahui bahwa pemadatan dengan getaran ini memang menghasilkan perubahan kepadatan yang drastis secara berarti, tetapi perubahan kekuatan tanah tidak langsung terjadi. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk tanah tersebut “membangun” strukturnya melebihi kekuatan tanah mula-mula.
Sebagai perkiraan kondisi tanah pasir, perkiraan kekuatan perlawanan pasir dan sifat-sifatnya dalam berbagai tingkat kepadatan dapat dilihat pada Tabel berikut :
catatan:
*      pada tegangan vertikal overburden 100 Kpa
**   untuk pasir yang normally consolidated dan baru saja mengendap pada peristiwa sedimentasi.
*** Menurut Seed (1979).

1. Pemadatan Metode Vibrocompaction

Sebagaimana telah dijelaskan, pemadatan dengan cara vibrocompaction umumnya hanya efektif untuk tanah bergradasi pasir dan lebih kasar dari pasir. Rentang ukuran butiran tanah yang sesuai untuk cara ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Cara ini umumnya dilakukan dengan bantuan alat vibrocompaction yang dapat berupa tiang (pancang) berujung terbuka atau tertutup. Tiang tersebut dimasukkan ke dalam tanah dengan digetar. Pada sebagian dari cara ini, tanah dipadatkan dengan “menusuk-nusuk”kan tiang pancang yang bergetar kedalam tanah (tanpa tambahan material pengisi) dan sebagian lagi dengan menambahkan meterial pengisi (pasir atau kerikil).
Adapun pada prinsipnya cara vibrocompaction ini dapat dibedakan menjadi beberapa cara berikut :
- Sistem tiang bergetar (vibrating probe) 
Sistim ini mula-mula dikembangkan di USA berupa bentuk tiang pancang tertentu (diameter 0, 76 m) yang dipancang ke dalam tanah dengan bantuan alat Foster Vibrodriver, dan pile hammer (penumbuk getar). Bentuk tiang pancang pada umumnya adalah pipa baja berujung terbuka. Biasanya alat tersebut dioperasikan pada frekuensi getar 15 Hz dan amplitudo arah vertikal antara 10-25 mm. Bentuk lainnya ialah bentuk bentuk Vibro-rod (batang getar) dikembangkan oleh Saito (1977) di Jepang. Pada bentuk Vibro-rod ini digunakan pipa baja berujung tertutup.
Prinsipnya kedua cara ini dioperasikan dengan menusukkan pipa ber- getar  (pergerakan  pipa  arah vertikal)  kedalam   tanah   sampai  pipa   mencapai kedalaman penetrasi yang diinginkan. Kemudian pipa ditarik keatas sambil tetap digetarkan. Cara ini dilakukan berulang kali (tekan dengan digetar kemudian ditarik dengan getar) pada titik-titik berjarak 1,0 sampai 3,0 m diseluruh area yang dipadatkan sampai kepadatan tanah mencapai harga yang diinginkan.

2. Sistem Vibroflotation.

Sistem Vibroflotation ini dikembangkan mulanya di Jerman 60 tahun yang lalu. Alat vibroflotation pada umumnya terdiri dari 3 bagian utama yaitu : alat vibrator, pipa pemanjang (extension tube), dan mobil derek/crane pemikul. Prinsip dasar kerja alat seperti pada Gambar berikut. 
Cara kerja sistem Vibroflotation

Perbedaan sistem ini dengan sistem vibrating probe ialah bahwa pada vibroflotation penggetaran bekerja akibat perputaran pada poros alat vibrator yang tidak sentris sehingga menghasilkan gaya centrifugal pada arah horisontal dan “menyibak” tanah kesamping dan menghasilkan lubang pada tanah. Akibat getaran centrifugal dan berat sendiri dari vibrator, alat ini dapat dengan cepat masuk kedalam tanah. Penggetaran menyibak tanah kesamping itu juga dapat dilakukan dengan bantuan air yang dipompa ke alat vibrator dengan tekanan (water jet). Pada saat penarikan keatas, lubang yang ditimbulkan oleh sistem ini diisi dengan pasir atau kerikil, sambil tetap digetarkan untuk memadatkan bahan pengisi tersebut. 

3. Sistem Vibro Compozer.

Sistem ini mula-mula dikembangkan di Jepang oleh Murayama (1958). Prinsipnya ialah sebuah pipa casing dipancangkan kedalam tanah dengan digetar (melalui alat vibrator diujung atas pipa). Kemudian pasir dimasukkan kedalam pipa casing dengan bantuan tekanan udara. Pasir tersebut kemudian dipadatkan dengan cara menarik turunkan pipa casing (sambil dicabut) berkali-kali sehingga terbentuk tiang pasir padat dengan diameter yang lebih besar dari pada pipa casing tersebut. Selama pemadatan, tanah pasir pengisi tetap dalam keadaan mendapat tekanan udara (lihat Gambar dibawah untuk jelasnya).
Pelaksanaan kolom-kolom pasir padat dengan cara Vibro-Compozer.

4. Sistem Soil Vibratory Stabilization

Sistem Soil Vibratory Stabilization (SVS) ini juga dikenal sebagai sistem Toyomenka (dikembangkan oleh PT.Toyomenka di Jepang) merupakan kombinasi antara vertikal vibration akibat Vibratory driving hammer (penumbuk getar arah vertikal)  dan  sistem  getar  putar pada vibroflotation. Pemadatan ini menggunakan bahan pengisi pasir atau krikil (pada waktu pencabutan alat ke atas), tetapi water jet tidak digunakan sama sekali.
Sistem vibrocompaction yang diuraikan diatas dapat memadatkan tanah sampai kedalam 20,0 meter, tetapi umumnya sistem ini tidak banyak digunakan untuk kedalaman > 30.0 meter.
Sistem vibroflotation, vibro-compozer dan SVS juga dapat digunakan pada tanah lempung yang lunak. Tetapi tujuannya terutama ialah untuk pemasangan sand column atau stone column pada tanah asli. Jadi yang dituju bukan perubahan kepadatan tanah asli tetapi instalasi sand/stone column (kolom-kolom pasir dan kerikil) tersebut. Bila kepadatan tanah asli ingin dirubah dengan penggetaran, cara vibrocompaction ini lebih efektif untuk tanah-tanah dominan pasir.

Pemadatan Cara Ledakan (Blasting)

Ini adalah salah satu cara yang ekonomis untuk pemadatan lapisan pasir renggang yang cukup tebal (dalam). Prosedur pamadatan pada umumnya adalah :
  1. Pembuatan/pemancang pipa dengan cara getar, jetting, auger boring atau lainnya. Kedalaman pipa sampai sedalam ledakan yang diinginkan.
  2. Pemasangan bahan peledak (dinamit) dalam pipa tersebut.
  3. Pengurangan kembali pipa (backfilling of pipe).
  4. Peledakan bahan dinamit menurut pola ledak dan kekuatan ledak yang direncanakan.
  5. Peledakan akan menghasilkan gelombang getar tekan dan geser yang akan meruntukhan susunan partikel tanah asli dan membentuk susunan yang lebih padat. 
Berdasarkan pedoman pemadatan dengan  ledakan (sampai kedalaman tanah 20 meter yang terpengaruh) sebagai berikut :
  1. Ukuran ledakan : 1 kg sampai 12 kg per hulu ledak.
  2. Kedalaman pusat ledakan : Pusat ledakan harus tertimbun pada kedalaman > 1/4 x kedalaman total (sampai kedasar lapisan tanah yang ingin dipadatkan); tetapi letak pusat ledakan pada kedalaman 1/2 sampai 3/4 x kedalaman total lebih umum dilakukan orang.
  3. Jarak pusat-pusat ledakan : 4 - 15 meter
  4. Jumlah kali ulangan peledakan : 1 sampai 5 kali, dan ummnya 2-3 kali. setiap ulangan terdiri dari beberapa ledakan beruntun dari masing-masing pusat ledak. Setiap ulangan biasanya berjarak beberapa jam sampai beberapa hari dari ledakan sebelumnya.
  5. Jumlah total bahan explosive yang digunakan : 8 - 150 gr/m3 tanah, biasanya sekitar 10-30 gr/m3.
  6. Settlement permukaan tanah akibat pemadatan : 2 - 10 % tebal lapisan yang dipadatkan.
Dengan cara ini, jelas akan terlihat adanya pemadatan yang berarti dari tanah setempat, tetapi kekuatan tanah tidak segera membaik. Perlu waktu lama untuk tanah tersebut menguat kembali. Akan tetapi pada tanah dominan pasir, kekuatan tanah minimal biasanya sudah memenuhi syarat untuk bangunan, hanya kepadatannya saja yang menjadi masalah bilamana ada getaran nantinya.
Pada tanah-tanah yang tidak terletak di bawah air, akan lebih mudah dipadatkan bila tanah tersebut lebih dahulu dijenuhkan dengan air kemudian baru diledakkan, cara ini disebut hydro-blasting. Jadi kedalam tanah dipompakan air sampai lapisan tanah disitu sampai jenuh, baru baru kemudian sistem pemadatan cara blasting dilakukan.

Pemadatan Cara Heavy Tamping (Penumbuk Berat)

Cara ini dilakukan dengan menjatuhkan suatu massa yang sangat berat dari suatu ketinggian (dengan bantuan derek/crane) keatas permukaan tanah yang akan dipadatkan. Berat massa penumbuk bervariasi dari yang terkecil 1-2 ton sampai 20 ton yang terbuat dari beton atau kotak baja yang berisi beton atau pasir. Tinggi jatuh bisa sampai 40 m dari muka tanah. Bentuk penampang penumbuk biasanya bulat atau segi empat. Pada Gambar diabawah ditunjukkan bentuk pemadatan cara ini. Biasanya diperlukan 2-3 kali ulangan penumbukan yang sudah direncanakan.
 Untuk memprakirakan besarnya pengaruh pemadatan tanah yang didapat dengan cara ini dapat digunakan rumus oleh Lukas (1980) sebagai berikut : 


dimana :
 D  =   Kedalaman maximum pengaruh pemadatan heavy tamping, dalam meter.
 W  =  berat massa penumbuk, dalam ton.
 H  =   tinggi jatuh massa penumbuk, dalam meter.
  Gambar Pemadatan dengan cara Heavy Tamping.

PERBAIKAN TANAH DENGAN TEKNIK PEMAMPATAN AWAL (PRECOMPRESSION).

Perbaikan tanah dengan teknik pemampatan ini terutama ditunjukkan untuk tanah-tanah yang mengalami penurunan yang besar bila dibebani. Memampatkan tanah yang lembek dan “compressible” (mudah mampat) dapat menyebabkan peningkatan kekuatan tanah (daya dukung tanah), karena tanah yang memampat mempunyai struktur susunan partikel yang lebih rapat dan lebih kokoh.
Pada prinsipnya bangunan tidak boleh dibangun di atas tanah yang compressible bila dikhawatirkan nanti akan terjadi perbedaan penurunan tanah (differensial settlement) yang lebih besar dari pada batas toleransi bangunan tersebut. Selain itu tanah lunak (biasanya juga compressible) sering tidak memiliki daya dukung yang cukup untuk memikul beban bangunan yang didirikan diatasnya. Untuk itu perlu memampatkan tanah yang bersangkutan sebelum bangunan didirikan dengan tujuan pokoknya adalah sebagai berikut :
  • Menghilangkan sama sekali (atau sebagian besar), penurunan konsolidasi yang akan terjadi akibat beban bangunan tersebut. Penghilangan penurunan konsolidasi ini dilakukan dengan cara membebani tanah dengan beban awal yang lebih besar atau sama dengan beban bangunan yang direncanakan. Bila total penurunan tanah yang dicapai sesuai dengan yang direncanakan, beban awal tersebut dapat dihilangkan (dibongkar). Baru kemudian bangunan yang sebenarnya dapat dilaksanakan, dan perbedaan penurunan nantinya diharapkan akan sangat kecil. Karena beban awal tersebut diberikan sebelum beban sesungguhnya (hanya untuk memampatkan tanah saja), cara seperti ini juga lebih dikenal dengan cara preloading. Sistem pemampatan ini juga disebut sebagai precompression.
  • Meningkatkan daya dukung (tanahan geser = shear strength) dari tanah dasar. Pemampatan dapat meningkatkan tahanan geser tanah sehingga tanah yang semula lunak dan mempunyai daya dukung yang rendah menjadi lebih kuat dan lebih stabil dalam mendukung beban bangunan.
Perbaikan tanah cara pemampatan awal (precompression) ini umumnya cocok untuk tanah-tanah lempung jenuh air yang lunak, tanah-tanah lanau yang compressible, tanah lempung organik dan tanah peat. Untuk mempercepat waktu precompression, dapat digunakan drainase vertikal (vertical drains) yang  memperpendek panjang aliran (drainage path) dari air pori. Teknik precompression atau preloading ini telah berhasil diterapkan pada tanah-tanah yang mendukung pondasi gedung, embankment, jalan raya, rurnway, tangki-tangki dan abutment jembatan dengan sukses.




Jenis Teknik Pemampatan Awal (Precompression)
Teknik pemampatan awal dapat dibagi menjadi 2 (dua) cara utama yaitu :
1. Pemberian beban awal external.
Beban dapat berupa beban tanah timbunan di atas tanah asli (yang ingin dimampatkan), beban tangki air atau kolam air buatan atau beban luar lainnya yang diletakkan diatas tanah aslinya. Karena pemberian beban luar tersebut, tanah dasar memampat.
2. Pemberian beban awal internal. Termasuk dalam teknik ini adalah :
a. Cara pemadatan menggunakan metoda vacuum.
b. Cara pemadatan dengan menurunkan muka air tanah.
c. Cara pemadatan konsolidasi cara elektro – osmosis.
Cara kedua dilakukan bila cara pertama tidak mungkin dilaksanakan karena alasan teknis pelaksanaan, karena mahalnya bahan tanah timbunan atau karena alasan lainnya.

Cara pertama dan kedua diatas pada prinsipnya sama, yaitu memampatkan tanah dengan cara menaikkan tegangan efektif dalam tanah. Cara vacuum dilakukan dengan melakukan pemompaan vacuum dari lapisan tanah di bawah lapisan tipis membrane yang kedap air sehingga tegangan air pori didalam tanah dapat dibuat negatif. Menurunkan muka air tanah dengan pemompaan juga dapat menyebabkan penurunan konsolidasi tanah. Tetapi kecuali disekitar daerah tersebut tidak ada bangunan yang tidak boleh ikut turun, cara pemampatan tanah dengan penurunan muka air tanah ini dapat membahayakan stabilitas gedung-gedung/bangunan disekitar lokasi proyek. Cara pemadatan konsolidasi electro-osmosis adalah dengan menimbulkan tegangan negatif pada air pori (air pori disedot dengan cara pengaliran arus listrik searah) sehingga tegangan efektif tanah meningkat.
Cara pemberian beban internal (vacuum, penurunan air tanah, dan electro-osmosis) mempunyai kelebihan karena pada cara ini tidak didapati masalah stabilitas talud timbunan dan cara ini tidak memerlukan bahan timbunan yang sangat banyak (seperti pada cara pembebanan external). Tetapi, kelemahan cara pemberian beban internal ialah bahwa cara ini lebih kompleks dan lebih sulit dilaksanakan dari pada cara pemberian beban external.

Dasar Teori Perbaikan Tanah dengan Pemampatan Awal.
Penurunan tanah yang dibebani dengan beban preloading pada waktu t dapat dituliskan sebagai berikut :
Dimana :
St =  settlement total pada waktu t.
Si =  immediate settlement (settlement segera karena deformasi elastis tanah).
=  harga rata-rata derajat konsolidasi (pada waktu t)
Scons =  settlement toal tanah akibat konsolidasi, dan
Ss =  secondary compression settlement (pemampatan sekunder) akibat pemampatan dari struktur partikel tanah sendiri (setelah waktu t).
Sistem precompression atau preloading ialah dengan memberikan beban awal yang berlebih Pf+s sedemikian rupa sehingga pada waktu yang pendek tsr didapatkan penurunan yang sama besarnya dengan totap penurunan Sf dari beban rencana Pf sebagaimana terlihat pada Gambar dibawah.
Bila pada beban awal pf+s penurunan Sf terjadi pada waktu tsr, beban surcharge Ps dapat dibongkar. Kemudian dengan asumsi bahwa tanah sudah termampatkan sampai Sf, beban pf tidak lagi menyebabkan penurunan tambahan. Makin besar pf+s makin pendek waktu tsr.
Cara pemampatan diatas sebetulnya tidak benar-benar menghilangkan seluruh penurunan; karena akibat beban pf+s  berubah menjadi pf sebagian lapisan tanah menjadi overconsolidated dan sebagian lagi masih underconsolidated. Jadi masih akan ada lagi penurunan tambahan, meskipun pf tetap. Cara yang betul ialah menghentikan preloading pada waktu tm > tsr sedemikian rupa sehingga lapisan tanah sudah hampir semuanya overconsolidated.

Pada tanah lempung organik peat, pemampatan tanah sekunder (secondary compression) relatif cukup besar dibanding dengan primary compressionnya. Untuk jenis tanah seperti ini, waktu preloading harus diperpanjang lagi sampai derajad konsolidasi   Uz  rata-rata mencapai harga sebagai berikut :

Dimana Ssec = besar secondary compression akibat beban Pf. Pada saat tz dimana derajat konsolidasi minimum dalam tanah sebesar Uz, pembebanan preloading dapat dibongkar.
Gambar Prinsip pembebanan preloading pada pemampatan tanah dengan beban awal Pf+s>Pf.

Meskipun nantinya secara teoritis penurunan sekunder masih akan terjadi (dengan beban Pf), tetapi besarnya sudah sangat kecil dan dapat diabaikan.
Selama terjadinya pemampatan tersebut kekuatan geser undrained tanah (undrained shear strength) meningkat; dan besar peningkatan kekuatan tersebut dapat diperkirakan misalnya dengan prosedur SHANSEP.

Penggunaan Vertical Drain pada Pemampatan Tanah

Sering dijumpai dalam perencanan bahwa cara preloading (serta precompression) masih memerlukan waktu yang terlalu lama (umumnya lebih dari 1 tahun), padahal proyek tidak dapat menunggu selama itu. Untuk mempercepat konsolidasi, digunakan vertical drain. Cara ini diterapkan pada tanah-tanah dimana pemampatan terjadi sebagian besar akibat konsolidasi primer (Primary consolidation).
Vertical drain umumnya berupa tiang-tiang vertikal yang mudah mengalirkan air (berwujud sand drain/tiang pasir atau dari bahan geosynthetis yang dikenal dengan “wick drain” atau juga dikenal dengan Prefabricated Vertical Drain (PVD). Tiang-tiang atau lubang-lubang tersebut “dipasang” didalam tanah pada jarak tertentu sedemikian rupa sehingga memperpendek jarak aliran drainase air pori (drainage path). Karena waktu yang diperlukan untuk mencapai derajat konsolidasi tertentu adalah fungsi dari tebal/panjang lapisan aliran drainase (drainage path), maka menurut rumus berikut

Dimana H = panjang drainage path, dengan adanya vertical drains waktu dapat sangat diperpendek.
Pada Gambar dibawah ini, harga D adalah jarak antara vertical drain. Jadi adanya vertical drain sangat menyingkat waktu konsolidasi. Biasanya untuk lebih menyingkat waktu lagi, cara pemampatan awal (precompression) digabung dengan penambahan vertical drains.

Jadi waktu t tanpa vertical drains yang mula-mula :

berubah menjadi kira-kira :
   

(Catatan : rumus waktu untuk vertical drain agak berbeda karena masih ada faktor-faktor lainnya yang terlibat)

dimana :   D = jarak antara vertical drains.
Karena
   
maka waktu menjadi
    

Gambar Pemasangan vertical drain pada tanah yang compressible.

Lapisan sand mat (sand blanket) diperlukan untuk mengalirkan air yang keluar dari vertical drains pada permukaan tanah. Jadi pada vertical drains dapat dijaga tekanan air tetap hidrostatis. Selain itu, pada pemampatan primer (primary consolidation) biasa tanpa adanya vertical drain, arah pengaliran air adalah sebagian besar vertikal, sehingga harga Cv yang dipakai adalah Cv arah vertikal. Padahal dengan adanya vertical drains arah pengaliran air sebagian besar horisontal dan harga Ch adalah untuk arah horisontal. Karena pada umumnya Ch > Cv, maka waktu konsolidasi t makin bertambah pendek lagi. Umumnya harga Ch/Cv = 2 sampai 10.

Pemampatan Awal dengan Cara Electro-Osmosis.

Pada prinsipnya, air sebagai eletrolit dalam pori-pori tanah dapat dibuat mengalir dalam tanah dari suatu kutub listrik Anoda ke kutub Katoda. Bila didalam tanah dipasangkan batang-batang Anoda, dan kemudian setelah terjadi aliran pada batang-batang Katoda air yang masuk di pompa keluar, maka di dalam pori tanah tercipta tegangan negatif yang menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada partikel tanah yang mengakibatkan terjadinya konsolidasi. 
Metode pemampatan dengan cara electro-osmosis diketahui efektif dan ekonomis bila kondisi tanahnya sebagai berikut :
  1. Tanahnya adalah tanah lanau jenuh air atau tanah lempung berlanau yang jenuh air.
  2. Tanahnya dalam kondisi normally consolidated.
  3. Air pori dalam tanah mempunyai konsentrasi ion yang rendah (bukan air yang banyak mengandung garam atau kapur).
Metode pemampatan cara electro-osmosis ini juga dapat digunakan untuk mempercepat waktu konsolidasi tanah yang sedang dimampatkan dengan cara preloading. Jadi berbagai cara pemampatan tanah dapat digabung untuk mempercepat waktu konsolidasi.
BAB II
PENUTUP
2.1. Kesimpulan
            Kompaksi atau pemadatan tanah adalah proses perubahan tanah menjadi zero void air ratio, dengan cara memberi beban sekejap agar tidak ada volume udara dalam tanah. Ini bertujuan agar membuat tanah menjadi lebih kuat (menambah daya dukung) dan mempercepat proses turun sekejapnya tanah agar tidak membahayakan orang-orang yang akan menggunakan fasilitas bangunan sipil yang akan dibangun diatas tanah tersebut.
            Uji kompaksi terdiri dari 2 macam yaitu standard dan modified. Perbedaan kedua uji tersebut adalah terletak dari jarak penjatuhan beban, pukulan yang dilakukan, dan jum,ah lapisan tanah yang digunakan pada saat pengujian kompaksi. Hasilnya pun yang modified pasti lebih kuat disbanding yang standard.
            Kompaksi dilapangan dilakukan dengan alat berat dan kebanyakan dilakukan untuk proyek jalan yang lebih membutuhkan kekuatan tanah bagian atasnya.









DAFTAR PUSTAKA

Hardiyatmo, Hary Christady. 2004. Mekanika Tanah 1. Jakarta:GRAMEDIA
Petergo.2011.Compaction (Pemadatan).[online]tersedia di: http://darwismanto.blogspot.co.id/2013/03/makalah-pemadatan-tanah.html [diakses pada 19 September 2016]
http://fakultasteknik-diddyt.blogspot.co.id/2011/08/pemadatan-tanah.html
            [diakses pada 20 September 2016]
ASTM D698 dan ASTM D1557













Komentar

  1. Salam ,
    Saya dgn Iman Misra
    Jika saya ada pekerjaan perbaikan daya dukung tanah ,apakah bapak bisa menangani nya..? Thanks 081289656511

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini